Mendorong Budaya Inovasi Pegawai Kemenkeu melalui Action Learning

Mendorong Budaya Inovasi Pegawai Kemenkeu melalui Action Learning
Oleh: Nailul Hisan, Widyaiswara Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Pendahuluan
Inovasi merupakan kunci untuk meningkatkan kinerja dan efektivitas organisasi, termasuk di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dalam era globalisasi dan digitalisasi yang semakin pesat, tuntutan untuk beradaptasi dan berinovasi menjadi semakin mendesak. Menurut laporan McKinsey (2020), organisasi yang berfokus pada inovasi dapat meningkatkan produktivitas hingga 30% dan menciptakan nilai tambah yang signifikan bagi stakeholder. Inovasi tidak hanya terbatas pada produk dan layanan, tetapi juga mencakup proses, sistem, dan budaya organisasi yang mendukung kreativitas dan kolaborasi.

Pengertian inovasi sendiri dapat dijelaskan sebagai penerapan ide-ide baru yang menghasilkan perubahan positif dalam cara kerja, produk, atau layanan. Dalam konteks Kemenkeu, inovasi dapat mencakup pengembangan sistem perpajakan yang lebih efisien, penerapan teknologi informasi dalam pengelolaan keuangan negara, hingga peningkatan kualitas layanan publik. Menurut Badan Pusat Statistik (2021), sekitar 60% pegawai Kemenkeu merasa bahwa inovasi di lingkungan kerja mereka masih kurang, sehingga diperlukan langkah-langkah konkret untuk mendorong budaya inovasi di antara pegawai.

Salah satu pendekatan yang dapat diambil untuk mendorong inovasi adalah melalui action learning. Action learning merupakan salah satu bentuk implementasi pembelajaran terintegrasi di Kementerian Keuangan yang pelaksanaannya setelah peserta menyelesaikan pembelajaran secara terstruktur (Hisan, 2022). Dengan melibatkan pegawai dalam proses pembelajaran yang praktis, diharapkan mereka dapat mengembangkan keterampilan dan kreativitas yang diperlukan untuk berinovasi.

Pentingnya inovasi di Kemenkeu tidak hanya berkaitan dengan peningkatan efisiensi operasional, tetapi juga dengan kemampuan untuk menghadapi tantangan global, seperti perubahan iklim, perkembangan teknologi informasi, dan perubahan organisasi. Ketika pegawai Kemenkeu dilibatkan dalam proses inovasi, mereka akan merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap hasil kerja mereka. Hal ini dapat meningkatkan motivasi dan kepuasan kerja, yang pada gilirannya akan berdampak positif pada kinerja organisasi secara keseluruhan.

Dengan demikian, mendorong inovasi melalui action learning menjadi langkah strategis yang perlu diambil oleh Kemenkeu. Dalam makalah ini, akan dibahas langkah-langkah konkret untuk melakukan inovasi, serta kriteria yang harus dipenuhi agar sebuah inovasi dapat dianggap berhasil. Melalui pemahaman yang mendalam tentang pentingnya inovasi dan penerapan metode action learning, diharapkan Kemenkeu dapat menjadi lembaga yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Langkah Melakukan Inovasi

Untuk mendorong inovasi di Kemenkeu, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menciptakan lingkungan yang mendukung kreativitas dan eksperimen. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Amabile dan Khaire (2008), lingkungan kerja yang positif dapat meningkatkan kemampuan pegawai dalam berinovasi. Hal ini mencakup kebebasan untuk bereksperimen, dukungan dari manajemen, serta penghargaan terhadap ide-ide baru. Kemenkeu perlu menciptakan budaya yang mendorong pegawai untuk berpikir out of the box dan berani mengambil risiko.

Langkah kedua adalah mengidentifikasi masalah atau tantangan yang dihadapi oleh organisasi. Proses ini dapat dilakukan melalui diskusi kelompok, survei, atau analisis data kinerja. Misalnya, jika terdapat masalah dalam pengelolaan pajak, pegawai dapat melakukan analisis mendalam untuk menemukan akar permasalahan dan mengusulkan solusi yang inovatif. Menurut laporan OECD (2019), keterlibatan pegawai dalam proses identifikasi masalah dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan inovasi hingga 25%.

Selanjutnya, setelah masalah diidentifikasi, langkah ketiga adalah merancang solusi inovatif. Dalam tahap ini, pegawai dapat menggunakan metode brainstorming untuk menghasilkan berbagai ide. Penting untuk melibatkan berbagai pihak, termasuk pegawai dari berbagai tingkatan dan latar belakang, untuk mendapatkan perspektif yang beragam. Sebuah studi oleh Tidd dan Bessant (2018) menunjukkan bahwa keragaman dalam tim dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi.

Setelah solusi dirancang, langkah keempat adalah menguji ide tersebut dalam skala kecil. Kemenkeu dapat melakukan pilot project untuk menguji efektivitas solusi sebelum diterapkan secara luas. Dengan cara ini, pegawai dapat memperoleh umpan balik yang berharga dan melakukan perbaikan jika diperlukan. Menurut penelitian oleh Ries (2011), pendekatan ini dapat mengurangi risiko kegagalan inovasi dan meningkatkan peluang keberhasilan.

Akhirnya, langkah kelima adalah mengevaluasi hasil dan melakukan penyesuaian. Setelah implementasi, penting untuk melakukan evaluasi untuk menilai dampak dari inovasi yang telah diterapkan. Kemenkeu perlu mengembangkan indikator kinerja yang jelas untuk mengukur keberhasilan inovasi. Dengan melakukan evaluasi secara rutin, organisasi dapat terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal. Hal ini sejalan dengan prinsip action learning yang menekankan pentingnya refleksi dalam proses pembelajaran.

Kriteria Sebuah Inovasi

Kriteria keberhasilan sebuah inovasi sangat penting untuk memastikan bahwa inovasi yang dilakukan dapat memberikan dampak yang signifikan. Pertama, inovasi harus relevan dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh Organisasi. Hal ini berarti bahwa inovasi yang dikembangkan harus mampu memberikan solusi yang nyata terhadap permasalahan yang ada. Menurut laporan World Economic Forum (2020), inovasi yang berhasil biasanya berakar dari pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan pengguna dan konteks operasional.

Kedua, inovasi harus memiliki nilai tambah yang jelas. Kemenkeu perlu memastikan bahwa setiap inovasi yang dilakukan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, atau kualitas layanan yang diberikan. Sebagai contoh, penerapan teknologi digital dalam pengelolaan pajak dapat mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk proses administrasi. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (2021), penerapan teknologi informasi dalam sektor publik dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, yang merupakan nilai tambah yang sangat penting.

Ketiga, inovasi harus dapat diukur. Hasil karya inovasi yang  dibuat perlu ditentukan indikator yang jelas untuk menilai keberhasilan inovasi. Indikator ini dapat mencakup pengukuran kinerja sebelum dan setelah inovasi diterapkan, serta umpan balik dari pegawai dan masyarakat. Menurut penelitian oleh Kaplan dan Norton (2016), penggunaan Balanced Scorecard dapat membantu organisasi dalam mengukur kinerja inovasi secara komprehensif.

Keempat, inovasi harus berkelanjutan. Kemenkeu perlu memastikan bahwa setiap inovasi yang dilakukan tidak hanya memberikan hasil jangka pendek, tetapi juga dapat diimplementasikan dalam jangka panjang. Hal ini mencakup pengembangan sistem dan proses yang mendukung keberlanjutan inovasi. Menurut laporan dari UNDP (2019), keberlanjutan inovasi sangat penting untuk mencapai tujuan pembangunan yang lebih luas.

Terakhir, inovasi harus melibatkan kolaborasi. Kemenkeu perlu mendorong kolaborasi antara pegawai, stakeholder, dan masyarakat dalam proses inovasi. Dengan melibatkan berbagai pihak, Kemenkeu dapat mengumpulkan berbagai perspektif dan ide yang dapat memperkaya proses inovasi. Menurut studi oleh Chesbrough (2017), kolaborasi yang efektif dapat meningkatkan peluang keberhasilan inovasi secara signifikan.

Beberapa Inovasi yang telah dihasilkan dalam kegiatan action learning pada Pelatihan Creative and Innovative Technic Thinking Tahun 2024 diantaranya adalah:

1. Pembuatan database Indikator Kinerja Individu (IKI) dan  Indikator Kinerja Utama (IKU) pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Surakarta. Keberadaan Database IKU/IKI akan membantu pegawai dalam penyusunan kontrak kinerja. Kesadaran pegawai akan pentingnya kontrak kinerja yang berkualitas juga akan meningkat seiring dengan banyaknya referensi kontrak kinerja yang dapat tercapture dalam 1 data, tanpa perlu pegawai membuka file kontrak kinerja masing-masing pegawai.

2. Pembuatan Sistem Data Barang yang memuat informasi tentang stock Barang Souvenir pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Cikarang. Sistem ini dapat membantu mengorganisir data dengan cara yang terstruktur  sehingga memudahkan penyimpanan, pencarian, dan  pengambilan informasi. Selain itu terdapat efisiensi waktu dalam hal  akses dan pengambilan data menjadi lebih cepat dibandingkan dengan metode manual. Sistem ini juga memudahkan dalam penyusunan laporan mengenai stock barang untuk souvenir.

3. Integrasi unreal engine dan aximmetry untuk kegiatan penyuluhan pada Direktorat Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa, Ditjen Bea dan Cukai. Inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas sosialisasi dan penyuluhan  yang dilakukan oleh DJBC, baik dalam hal penyampaian informasi maupun  dalam hal interaksi dengan peserta. Dengan mengadopsi teknologi mutakhir seperti Unreal Engine dan Aximmetry, DJBC dapat menghadirkan sosialisasi  yang lebih menarik, efektif, dan modern. Selain itu dengan penyuluhan daring yang dilaksanakan secara menarik akan dapat meningkatkan citra baik organisasi.

4. Inovasi Kartu Informasi Perpajakan (KIPER) pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandar Lampung Satu. Inovasi diharapkan mampu memudahkan Wajib
Pajak yang membutuhkan layanan online melalui whatsapp dan dapat mengontrol proses administrasi perpajakan tanpa memerlukan tenaga dan biaya untuk datang langsung ke KPP Pratama Bandar Lampung Satu. Dengan adanya aplikasi ini akan timbul dampak positif berupa meningkatnya kepatuhan wajib pajak, adanya transparansi informasi yang didapat oleh wajib pajak, dan adanya efisiensi biaya dan waktu yang digunakan WP untuk mengakses pelayanan kantor pajak.

Kesimpulan

Inovasi merupakan aspek penting untuk meningkatkan kinerja dan efektivitas organisasi. Apalagi pada era  globalisasi dan digitalisasi seperti saat ini, para pegawai harus mampu melakukan inovasi untuk beradaptasi. Pendekatan action learning telah terbukti efektif dalam mendorong keterlibatan pegawai dan mengembangkan budaya inovasi, sehingga mendorong rasa tanggung jawab serta kepuasan kerja. Dengan pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan dan tantangan yang ada, Kemenkeu dapat mengembangkan sistem kinerjanya yang lebih efisien dan teknologi informasi yang mendukung peningkatan kualitas layanan publik.


Daftar Pustaka

1. Amabile, T. M., & Khaire, M. (2008). Creativity and the role of the leader. *Harvard Business Review

2. Chesbrough, H. (2017). Open Innovation. Harvard Business Review Press.

3. Hisan, N. (2022). Upaya Meningkatkan Kompetensi Negosiasi Melalui Model Pembelajaran Action Learning. Jurnal Inovasi Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 348 - 358.

4. Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (2016). The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action. Harvard Business Review Press.

5. McKinsey & Company. (2020). The future of work after COVID-19.

6. OECD. (2019). Innovation in the Public Sector.

7. Ries, E. (2011). The Lean Startup: How Today's Entrepreneurs Use Continuous Innovation to Create Radically Successful Businesses. Crown Business.

8. Tidd, J., & Bessant, J. (2018). Managing Innovation: Integrating Technological, Market and Organizational Change. Wiley.

9. UNDP. (2019). Innovation for Sustainable Development.

10.  World Economic Forum. (2020). The Future of Jobs Report.

Diterbitkan pada dan ditulis oleh Nailul Hisan, iksannudin