PENERAPAN LIMA DISIPLIN LEARNING ORGANISATION UNTUK KINERJA LEBIH BAIK

PENERAPAN LIMA DISIPLIN LEARNING ORGANISATION

UNTUK KINERJA LEBIH BAIK

Oleh: Nailul Hisan

Widyaiwara Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Pendahuluan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat induvidu harus mampu beradaptasi dengan baik. Demikian halnya dengan organisasi, agar tidak tertinggal dengan organisasi yang lain, maka harus siap menghadapi perubahan. Individu maupun organisasi harus tetap melaksanakan pembelajaran untuk menghadapi perubahan yang terjadi. Dengan menerapkan pembelajaran secara terus-menerus organisasi dan individu akan mampu tetap bertahan  menghadapi persaingan yang ada.

Selain adanya tantangan karena adanya perubahan yang sangat cepat, organisasi dan individu juga dituntut untuk mampu menghadapi kondisi yang tidak menentu. Seperti yang terjadi pada saat ini dengan mewabahnya pandemi covid-19, ketidakpastian dialami oleh setiap individu dan organisasi. Sesuatu yang sudah direncanakan dengan pada tahun sebelum terjadinya covid-19 banyak yang tidak sesuai kenyataan. Hal ini tentunya menuntut kesiapan kita dalam menghadapi ketikpastian. Harnya orang-orang dan organisasi yang mau belajarlah yang mampu menghadapi ketidakpastian ini.

Terdapat dua tipe orang dalam menghadapi situasi tertentu. Pradiansyah (2016:45) menyebutkan dua tipe tersebut adalah pertama, orang yang mengajukan pertanyaan what (apa) ketika menghadapi situsai tertentu, dan yang kedua orang yang mengajukan why (mengapa). Tinggal pilihan kita akan merespon dengan pertanyaan yang mana ketika menghadapi situasi tertentu tersebut.

Sebagai organisasi pembelajar kita seharusnya mampu merespon situasi dengan pertanyaan what. Dalam hal ini organisasi maupun individu yang ada di dalamnya akan berusaha mengatasi situasi yang ada dengan pertanyaan apa yang dapat kita lakukan. Dengan pertanyaan what organisasi dan individu akan berusaha mencari solusi yang tepat untuk menghadapi situasi yang ada. Pertanyaan what yang diikuti dengan langkah kecil dan dilakukan secara terus-menerus akan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Lain halnya jika organisasi atau individu yang selalu menyalahkan situasi yang menimpa atas dirinya. Mereka akan akan mengajukan pertanyaan mengapa ini terjadi, mengapa bisa begini, dan sebagainya. Pertanyaan mengapa menunjukkan bahwa organisasi dan individu telah menyerah kalah terhadap siatuasi yang dihadapi. Jika tidak melakukan apa-apa dan terus menanyakan mengapa akan mengakibatkan dirinya tidak berdaya dan frustrasi.

Memperhatikan uraian di atas, maka agar organisasi mampu bertahan lama, mampu menghadapi situasi yang berubah dan dapat terus berkembang diperlukan adanya budaya belajar pada organisasi. Pembelajaran yang dilakukan oleh organisasi dan individu tidak boleh berhenti, karena hal ini akan menghancurkan suatu organisasi dan juga para pegawai yang bekerja di dalamnya. Pembelajaran yang dilakukan tidak hanya dilakukan dalam bentuk pelatihan namun dapat dilakukan dalam bentuk non pelatihan. Bahkan pada dasarnya pembelajaran dalam bentuk learning by doing (pembelajaran yang langsung dipraktekkan di tempat kerja) akan dapat berdampak pada peningkatan kinerja pegawai dan organisasi.

Learning Organistation

Organisasi Pembelajar (Learning Organization) adalah Suatu proses yang dilakukan secara terus menerus dalam suatu organisasi  dengan memberikan fasilitas demi  kelancaran pembelajaran dan pengembangan individu bagi semua pegawai, melalui pelaksanaan transformasi secara terus menerus, pemberdayaan sumber daya manusia (Santoso, 2003). Learning Organisation yang diterapkan di Kementerian Keuangan didefinisikan sebagai organisasi yang secara terus menerus dan terencana memfasilitasi anggotanya agar mampu terus menerus berkembang dan mentransformasi diri baik secara kolektif maupun individual dalam usaha mencapai hasil yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan bersama antara organisasi dan individu di dalamnya (Keputusan Kepala BPPK Nomor KEP-140/PP/2017).

Pada dasarnya learning organisation ini tidak hanya diselenggarakan oleh lembaga atau organisasi yang mempunyai tugas fungsi melakasanakan pelatihan, namun seluruh organsisasi yang melaksanakan aktivitias apapun harus senantiasa menerapkan learning organisation. Secara gampangnya Learning Organisation dapat kita artikan organisasi yang melakukan pembelajaran terus menerus. Dengan terus menerapkan budaya belajar dalam organisasi, maka kompetensi atau kamampuan individu dalam organisasi akan bertambah. Pegawai yang kompeten sesuai dengan bidang tugasnya tentunya akan mampu mencapai kinerja yang telah ditetapkan dan pada akhirnya dampaknya kinerja organisasi akan terdongkrak lebih baik.

Suatu organisasi terkadang merasa tidak perlu untuk berlajar karena posisinya sudah nyaman, sering meraih prestasi yang membanggakan, pegawainya memperoleh predikat pegawai teladan dan hal-hal yang bagus-bagus. Namun apakah demikian, jika organisasi atau individu yang sudah mencapai puncak tidak perlu belajar lagi? Lalu darmana mereka belajar jika saat ini sudah mencapai puncak prestasi? Organisasi maupun individu yang sudah mencapai puncak prestasi pada dasarnya harus tetap menerapkan pembelajaran secara terus menerus. Hal ini perlu dilakukan karena pesaingnya tentu akan berusaha menyamai atau bahkan melampaui prestasi yang sudah dicapai oleh suatu organisasi maupun individu.

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh suatu organisasi dan individu untuk menerapkan pembelajaran secara terus menerus. Apakah itu dilakukan secara mandiri atau dilakukan dengan cara terstruktur melalui pelatihan yang sudah terprogram. Belajar secara mandiri dapat dilakukan oleh individu yang ada di dalam organisasi. Banyak sumber yang dapat digunakan untuk bealajar mandiri misalnya belajar dari pengalaman, belajar dari orang lain, belajar dari stakeholder (customer) belajar dari evaluasi yang telah dilakukan, belajar dari internet, dan sebagainya.

Sebagai organisasi pembelajar, suatu organisasi harus dapat mendorong para anggotanya untuk terus beradaptasi untuk menghadapi setiap perubahan lingkunagan dan kemajuan yang ada. Senge (1994) menyebutkan untuk menjadi organisasi pembelajar, organiasi dapat mengaplikasikan lima disipin ilmu atau yang sering dikenal dengan The Fifth Discipline, yang penjelasannya sebagaimana uraian di bawah ini.

1. Share Vision/Membagi Visi

Seharusnya visi yang ada di masing-masing individu atau kelompok visi yang menjadi bagian organisasi selaras dengan visi dimiliki oleh organisasi. Untuk itu perlu dilakukan komunikasi yang intens antara pimpinan dengan anggota dalam rangka membagi visi organisasi. Hal ini akan menumbuhkan mindset individu dan kelompok untuk menyelaraskan visinya dengan visi organisasi.  Dengan adanya mindset bahwa visi organisasi selaras dengan visi individu (pegawai), maka pegawai tersebut merasa nyaman dan merasa seperti di rumah bekerja di organisasi.

Agar visi organisasi dapat masuk ke dalam hati dan semangat seluruh pegawai, maka pimpinan organisasi mampu melakukan share vision  kepada pegawainya. Kemudian supaya visi organisasi mudah diingat oleh seluruh pegawai dan stakeholdernya, maka perlu dibuat yang ringkas dengan sebuah slogan. Seperti  di BPPK dengan adanya slogan Belajar Tanpa Batas”, ini tentunya menggambarkan bahwa BPPK memberikan layanan pembelajaran tidak mengenal tempat dan waktu. E-learning yang diselenggarakan BPPK dapat diakses oleh peserta pembelajaran dari mana saja dan kapan saja. Hal ini menjadikan semangat pegawai yang di BPPK berusaha menyelenggarakan pelatihan yang efisien namun tetap menjaga agar tujuan pembelajarn tercapai.

2.   Personal Mastery / Penguasaan Pribadi

Pegawai-pegawai yang ada di dalam organisasi merupakan komponen yang akan mendorong keberhasilan suatu organisasi. Seperti spare part suatu kendaraan, jika ada salah satu yang tergagnggu maka laju kendaraan tersebut akan terganggu juga. Begitu juga jika di suatu organisasi terdapat salah satu pegawai yang tidak kompeten maka kinerja organisasi akan terganggu. Oleh karena itu pegawai-pegawai yang ada di dalam organisasi harus mempunyai kesadaran dalam belajar tanpa diperintah oleh atasannya. Dalam era teknologi saat ini fasilitas untuk mengembangkan diri saya terbuka luas.

Hal yang penting dalam personal mastery adalah adanya kemauan dari para pegawai untuk senantiasa meng updatepengetahuannya. Pegawai perlu meluangkan waktu mengikut webinar yang terkait dengan pekerjaannya, meluangkan waktu untuk mendengarkan masukan atau saran dari stakeholder, meluangkan waktu untuk menonton channel youtube atau podcast yang mendukung pekerjaannya dan seterusnya. Jangan sampai dengan berjalannya waktu kemampuan pegawai saat ini masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Padahal saat ini situasinya sudah berubah dibanding tahun sebelumnya.

Sikap lain yang perlu ditunjukkan agar pegawai memiliki disiplin personal mastery adalah adanya rasa ingin tahu. Tanpa rasa ingin tahu akan membuat sesorang malas untuk belajar, motivasi belajarnya rendah  yang akhirnya akan menjadikan seseorant tidak pernah belajar.

3. Team learning (Pembelajaran Kelompok)

Setelah masing-masing individu memiliki kompetensi yang baik maka langkah berikutnya adalah bekerja sama dalam kelompok atau team. Pegawai-pegawai yang memiliki kompetensi unggul belum dapat menjamin organisasi mampu mencapai tujuannya. Hal ini terjadi jika setiap pegawai bekerja sendiri-sendiri dan tidak ada kerja sama dalam kelompok. Namun apabila kelompok-kelompok berjalan sendiri di jalur visi organisasi maka tujuan organisasi pun tidak akan tercapai. Maka dari itu jika sudah terdapat pegawai yang kompeten dan memiliki kelompok yang solid, maka pekerjaan-pekerjaan yang di tiap-tiap kelompok harus selaras dengan visi organisasi.

Kemauan antarkelompok untuk melakukan sinergi dalam bentuk mendengarkan gagasan dan pemikiran pihak lain akan menimbulkan inovasi-inovasi yang cemerlang. Untuk itu perlu dibangun sikap mau mendengarkan orang lain, mau menerima perbedaan dan juga mau menyampaikan gagasan untuk berkolaborasi dalam pemikiran. Dalam team learning tiap orang atau tiap kelompok mau mengakui kelebihan orang lain dan mengakui kelemahan pemikirannya. Akan lebih bagus lagi jika sinergi pemikiran tersebut didokumentasikan dalam knowledge management.

4. Membentuk mental model

Mental positif, memilik senang untuk berbagi, maju Bersama, tidak mudah mudah menyerah, selalu mencari solusi, dan tidak takut berbuat salah, berani jalan. Hindari banyak berpikir jarang bertindak. Mental mode ada keberanian melakukan kreativitas dan inovasi, berani mengambil keputusan dan melakukan evaluasi jika keputusan yang diambil kurang tepat. Punya prinsip segera bangun jika suatu saat mengalami kegagalan. Memiliki jiwa yang Tangguh dalam bekerja, dan gigih dalam memperjuangkan tujuan organisasi. Selalu belajar atas kesalahan yang pernah dilakukan dan berusaha untuk memperbaikinya.

Kesalahan yang dilakukan oleh pegawai pada dasarnya merupakan proses belajar yang dapat dikategorikan experiential learning. Karena inovasi-inovasi yang dilakukan seseorang bisa jadi berasal dari kesalahan yang dilakukan. Oleh karena itu untuk menumbuhkan mental model anggota organisasi diberi kebebasan dari rasa takut melakukan kesalahan. Dengan belajar dari kesalahan yang dilakukan diharapkan dapat terwujud organisasi inovatif, yaitu organisasi yang belajar dari hidup dengan menghadapi risiko dan kesalahan. Untuk selanjutnya bagaimana suatu organisasi tersebut menghadapi risiko sebagai wadah untuk melakukan pembelajaran.

5. Menerapkan Systems Thinking

Organisasi harus dapat melihat dan berpikir secara luas dan porsi yang lebih besar. Organisasi harus mampu berpikir secara komprehensif dengan mengetahui hubungan share vision, porsonal mastery, team learning dan mental mode. Organisasi harus mampu mengetahui hubungan struktur organisasi dengan budaya organisasi. Organisasi harus mampu memikirkan  bagaimana posisi standard operating procedure (SOP), bagaimana penerapan reward and punishment, serta bagaimana organisasi menempatkan posisi pimpinan.

Dalam menerapkan system thinking musuh terbesar organisasi adalah dirinya sendiri. Permasalahan yang terjadi dalam penerapan system thinking adalah apabila dalam terjadi pengkotak-kotakan di antara kelompok dalam organisasi yang ditunjukkan dengan sikap mementingkan kelompoknya sendiri. Hal ini akan berdampak negative pada kinerja organisasi. Sikap terkotak-kotak dapat diindkasikan adanya sikap kecurigaan antarkelompok, team work sulit diwujudkan, dan adanya sikap egois dari pegawainya.

Agar tercapai sistem berpikir yang baik, maka perlu diciptakan asumsi dasar dalam hal kesetaraan posisi masing-masing anggota dalam organisasi. Pradiansyah (2016) menyampaikan bahwa dalam LO pimpinan diposisikan  sebagai the first among equal. Pimpinan juga sama dengan anggota lainnya yang harus tetap belajar. Pimpinan bukanlah orang yang paling tahu di antara anggotanya. Dengan adanya pemosisian yan seperti ini akan tercipta situasi demokratis dan mendorong partisipasi dan keterlibatan anggota yang tinggi.

Demikian lima disiplin learning organisation yang layak kita terapkan. Kelima displin tersebut adalah membagi visi penguasaan pribadi, pembelajaran kelompok , model mental, dan berfikir sitem, Diharapkan dengan adanya learning organisation di suatu instansi yang mampu melakukan lima disiplin tersebut akan meningkatkan kinerja organisasi dalam memberikan pelayanan publik.

Pustaka

Keputusan Kepala Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan  Nomor Kep- 140/PP/2017 Tentang  Cetak Biru Kementerian Keuangan Corporate Unnersity

Pradiansyah, A. (2016). You Are a Leader. Jakarta: PT Integritas Lestasi Manajemen.

Santoso, B (2003). Membangun Organisasi Pembelajar Untuk Meningkatkan Poduktivitas.Jakarta. Bina Sarana Ilmu.

Senge, Peter M. (1994). The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization, USA - New York: Doubleday

Diterbitkan pada dan ditulis oleh Nailul Hisan